" Kapal telah dibakar Satu-satunya pilihan bagi 7.000 pasukan Islam saat itu hanyalah menghadapi 100.000 pasukan Visigoth: untuk menaklukkan negeri Andalusia, atau syahid di sana."
Sebelum kedatangan umat Islam, kawasan yang masuk dalam daerah Iberia tersebut berada di bawah kekuasaan Kerajaan Hispania, yang dikuasai oleh orang Kristen Visigoth. Awal kedatangan pasukan Islam di Spanyol berawal saat datangnya kabar dari Julian, gubernur wilayah Ceuta, yang memohon kepada Musa bin Nusair, raja muda yang menjabat gubernur dari Kekhalifan Umayyah di wilayah Afrika Barat Laut, untuk memerdekakan negerinya, karena negerinya, Andalusia, dilanda kekacauan yang hebat.
Atas perintah raja muda tersebut, yang berada di bawah pemerintahan kekhalifahan Bani Umayyah di Damaskus, diutuslah Thariq bin Ziyad, salah seorang panglima perangnya.
Thariq, yang membawa kurang lebih 7.000 pasukan, mendarat di Gibraltar pada 30 April, dan terus menuju utara. Setelah mengalahkan Raja Roderic dari Visigoth dalam Pertempuran Guadalete pada 711 M, kekuasaan Islam terus berkembang hingga tahun 719 M. Daerah yang dikuasai kaum muslimin ini disebut Provinsi Al-Andalus, terdiri dari Spanyol, Portugal, dan Prancis bagian selatan sekarang.
Sejarawan Barat beraliran konservatif, W. Montgomery Watt, dalam bukunya Sejarah Islam di Spanyol, mencoba meluruskan persepsi keliru para orientalis Barat yang menilai umat Islam sebagai yang suka berperang. Menurutnya, “Mereka (para orientalis) umumnya mengalami mispersepsi dalam memahami jihad umat Islam. Seolah-olah seorang muslim hanya memberi dua tawaran bagi musuhnya, yaitu antara Islam dan pedang. Padahal, bagi pemeluk agama lain, termasuk ahli kitab, mereka bisa saja tidak masuk Islam meski tetap dilindungi oleh suatu pemerintahan Islam.”
Peperangan dalam Islam adalah untuk menghidupkan manusia, bukan untuk memusnahkan. Itu sebabnya, ketika kaum muslimin menang perang dan menguasai suatu wilayah, mereka tidak bertujuan menjajahnya.
Thariq bin Ziyad
“Wahai saudara-saudaraku, lautan ada di belakang kalian. Sedangkan musuh ada di depan kalian. Ke manakah kalian akan melarikan diri? Demi Allah, yang kalian miliki hanyalah kejujuran dan kesabaran. Ketahuilah, di pulau ini kalian lebih telantar daripada anak yatim yang ada di lingkungan orang-orang hina. Musuh kalian telah menyambut dengan pasukan dan senjata mereka. Kekuatan mereka sangat besar, sementara kalian tanpa perlindungan selain pedang-pedang kalian, tanpa kekuatan selain barang-barang yang kalian rampas dari tangan musuh kalian.
Seandainya pada hari-hari ini kalian masih tetap sengsara seperti ini, tanpa adanya perubahan yang berarti, niscaya nama baik kalian akan hilang, rasa gentar yang ada pada hati musuh akan berganti menjadi berani kepada kalian. Oleh karena itu, pertahankanlah jiwa kalian.”
Kalimat tersebut diucapkan setelah kapal yang digunakan menyeberangi selat dibakar, sehingga satu-satunya pilihan bagi 7.000 pasukan Islam saat itu hanyalah menghadapi 100.000 pasukan Visigoth, untuk menaklukkan negeri Andalusia, atau syahid di sana. Pidato terkenal ini dikobarkan oleh seorang panglima perang yang tercatat dengan tinta emas dalam sejarah penyebaran Islam, Thariq bin Ziyad.
Nama lengkapnya Thariq bin Ziyad bin Abdullah bin Walgha bin Walfajun bin Niber Ghasin bin Walhas bin Yathufat bin Nafzau, putra suku Ash-Shadaf, suku Barbar, penduduk asli daerah Al-Atlas, Afrika Utara. Ia lahir sekitar tahun 50 H. Ia ahli menunggang kuda, menggunakan senjata, dan ilmu bela diri. Ia salah seorang panglima perang kaum muslimin pada masa pemerintahan Khalifah Walid bin Abdul Malik atau Al-Walid I (705-715 M) dari Bani Umayah.
Rajab 97 H atau Juli 711 M, ia mendapat perintah dari Gubernur Afrika Utara, Musa bin Nusair, untuk mengadakan penyerangan ke Semenanjung Andalusia (Semenanjung Iberia, yang sekarang meliputi negara Spanyol dan Portugis).
Bersama 7.000 pasukan yang dipimpinnya, ia menyeberangi Selat Gibraltar (berasal dari kata Jabal Thariq, yang berarti “Gunung Thariq”) menuju Andalusia. Setelah armada tempur lautnya mendarat di pantai karang, ia berdiri di atas bukit karang dan berpidato. Ia memerintahkan anak buahnya membakar kapal-kapal yang membawa seluruh awak pasukannya, kecuali kapal-kapal kecil yang diminta pulang untuk meminta bantuan kepada Khalifah.
Saat itu ia mengatakan, “Kita datang ke sini tidak untuk kembali. Kita hanya punya dua pilihan, menaklukkan negeri ini dan menetap di sini serta mengembangkan Islam, atau kita semua binasa (syahid).”
Karuan saja pidato ini membakar semangat jihad pasukannya. Mereka segera menyusun kekuatan untuk menggempur pasukan Kerajaan Visigoth, Spanyol, di bawah pimpinan Raja Roderick.
Dengan pertolongan Allah SWT, 100.000 pasukan Raja Roderick tumbang di tangan pasukan muslim, yang hanya 7.000 orang. Raja Roderick pun menemui ajal di medan pertempuran itu.
Dalam kitab Tarikh al-Andalus disebutkan, sebelum meraih keberhasilan tersebuti, Thariq mendapat firasat bahwa ia bermimpi melihat Rasulullah SAW bersama keempat Khulafa’ Ar-Rasyidin berjalan di atas air hingga menjumpainya. Lalu Rasulullah SAW memberikan kabar gembira bahwa kelak ia akan berhasil menaklukkan Andalusia. Rasulullah SAW menyuruhnya untuk selalu bersama kaum muslimin dan menepati janji.
Setelah meraih kemenangan ini, Thariq menulis surat ke Musa, mempersembahkan kemenangan kaum muslimin tersebut. Dalam suratnya itu ia menulis: Hamba telah menjalankan perintah Tuan. Allah telah memudahkan kami memasuki negeri Andalusia.
Setahun kemudian, Musa bin Nusair bertolak membawa 10.000 pasukan menyusul Thariq. Sejak saat itu, satu demi satu kota-kota di Andalusia diduduki tentara Thariq dan Musa: Toledo, Elvira, Granada, Cordoba, dan Malaga. Lalu dilanjutkan Zaragoza, Aragon, Leon, Asturia, dan Galicia. Penyebaran Islam ke Eropa pun dimulai dari Andalusia.
Pasukan Musa dan pasukan Thariq bertemu di Toledo. Keduanya bergabung untuk menaklukkan Ecija. Setelah itu mereka bergerak menuju wilayah Pyrenies, Prancis. Hanya dalam waktu dua tahun, seluruh daratan Spanyol dikuasai. Beberapa tahun kemudian Portugis mereka taklukkan dan mereka ganti namanya menjadi “Al-Gharb” (Barat).
Musa bin Nusair dan Thariq bin Ziyad berencana membawa pasukannya terus ke utara untuk menaklukkan seluruh Eropa. Sebab, waktu itu tidak ada kekuatan dari mana pun yang bisa menghalangi mereka. Namun niat itu tidak tereaslisasi, karena Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik memanggil mereka berdua pulang ke Damaskus.
Thariq pulang terlebih dahulu, sementara Musa bin Nusair menyusun pemerintahan baru di Spanyol.
Setelah bertemu Khalifah, Thariq bin Ziyad ditakdirkan Allah SWT tidak kembali ke Eropa. Ia sakit dan mengembuskan napas terakhirnya. Ia telah menorehkan namanya di lembar sejarah sebagai putra asli Afrika Utara muslim yang menaklukkan daratan Eropa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar